JAKARTA — Importir bawang menyambut positif kebijakan pemerintah membebaskan perizinan impor untuk komoditas bawang putih dan bawang bombai hingga 31 Mei 2020. Kebijakan itu diterapkan untuk memperlancar masuknya dua komoditas itu ke Indonesia.
“Kami sudah siap untuk impor dengan dibebaskannya izin. Kami siap melaksakanan untuk menjaga stabilisasi harga pangan nasional,” kata Ketua Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN) Mulyadi kepada Republika, Kamis (19/3).
Mulyadi menyampaikan apresiasi kepada pemerintah di tengah situasi dalam negeri yang kurang kondusif saat ini. Menurutnya, dengan dibebaskannya Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), otomatis Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai syarat mendapatkan SPI juga dihilangkan.
Menurutnya, baik pasar tradisional maupun ritel modern sangat membutuhkan tambahan pasokan bawang putih maupun bawang bombai lantaran kelangkaan sudah terjadi. Pihaknya akan mulai mempelajari kebijakan pemerintah dan siap melakukan koordinasi lanjutan untuk melakukan importasi.
“Dibebaskannya izin sementara ini, saya dan teman-teman pengusaha yakin, harga menjelang bulan puasa dan di tengah kepanikan virus korona akan stabil,” ujarnya.
Soal situasi dan kondisi pengiriman barang antarnegara, Mulyadi mengatakan, masih belum terdapat gangguan. Bawang putih dan bawang bombai juga tidak menjadi perantara penularan Covid-19. Ia mengatakan, eksportir bawang putih di Cina akan memastikan keamanan produk sebelum dikirim.
Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) meminta pemerintah untuk tetap melakukan pengawasan terhadap para pelaku usaha yang mengimpor bawang putih dan bombai saat masa pembebasan izin impor. Ketua Pusbarindo Valentino mengatakan, mekanisme penerbitan izin impor dan rekomendasi impor yang berbelit menyebabkan pasokan terlambat masuk.
“Kalau saja dari awal pemerintah tidak slow response atas keluhan kami soal pasokan yang mulai berkurang, saya rasa tidak perlu sampai harus dibebaskan seperti ini,” ujar Valentino.
Valentino mengatakan, sejak importasi bawang putih wajib menggunakan rekomendasi dan izin pemerintah mulai 2017, banyak importir yang sudah patuh. Termasuk, soal adanya wajib tanam bawang putih bekerja sama dengan petani sebelum bisa merealisasikan impor.
Menurutnya, Kemendag wajib melakukan pengawasan dan peredaran bawang putih selama masa pembebasan izin. Dia juga menyarankan agar kebijakan itu dikonsultasikan dengan Kementan.
“Perangkat di Kemendag harus berkoordinasi dengan perangkat di Kementan dan juga asosiasi pelaku usaha. Jangan sampai, kebijakan ini jadi tidak kondusif dan akhirnya pelaku usaha lagi yang bingung,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Kementan menyatakan, kebijakan untuk dua komoditas yang berada dalam lingkup Kementan belum berubah. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, sikap dan kebijakannya terhadap komoditas pertanian masih tetap pada pengendalian impor dan ekspor berdasarkan aturan resmi yang berlaku.
“Kami tidak keluar dari aturan dasar itu. Bahwa ada izin dan lain-lain tentu seharusnya sesuai kapasitas kementerian yang lain,” kata Syahrul.
Khusus untuk bawang putih, Kementan juga memiliki kepentingan untuk mewujudkan swasembada agar tak lagi bergantung pada importasi. Swasembada itu dilakukan dengan mewajibkan para importir bermitra dengan petani lokal untuk membudidayakan bawang putih.
Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementan, Liliek Sri Utami, menambahkan, Kementan belum mengubah kebijakan RIPH atas bawang putih dan bawang bombai. Pihaknya berencana membahasnya secara teknis dengan pihak Kemendag terkait kebijakan pembebasan importasi dua komoditas tersebut.
Liliek menegaskan, meskipun SPI dari Kemendag dibebaskan, tidak serta merta kewajiban mengurus RIPH dari Kementan juga ikut dihilangkan. Jika kebijakan tidak sinkron antarkementerian, Liliek mengatakan, bawang putih dan bawang bombai yang nantinya masuk ke Indonesia akan mengalami masalah dalam proses karantina.